17 Januari 2023
Alkitab mencatat dalam kitab Kisah Para Rasul 19:1-12, selama kurang lebih 2 tahun lamanya, Paulus mengajar tentang Kerajaan Allah dan menduplikasikan kehidupan roh yang telah terbangun dalam hidupnya kepada para murid di ruang kuliah Tiranus, sehingga berita Injil akhirnya tersebar dan menggoncang semua penduduk di Asia. Hal ini merupakan suatu peristiwa kebangkitan (revival) dahsyat yang pernah terjadi dalam sejarah gereja Tuhan, tapi jika kita memerhatikan kembali catatan kisah di awal, semua itu dimulai ketika Paulus tiba di Efesus dan menemukan di sana ada beberapa orang murid yang walaupun mereka sudah percaya, tapi belum mengenal tentang Roh Kudus.
Para murid memiliki sikap hati yang mau percaya dan menerima kebenaran yang disampaikan oleh Paulus, sekalipun mereka belum pernah mendengarnya. Mereka mendengarkan perkataan Paulus dan langsung segera meresponinya secara akurat.
Inilah yang menjadi kunci sehingga proses penduplikasian roh terjadi dengan begitu cepat dan menghasilkan dampak gelombang kegerakan yang masif bagi tersebarnya Injil di seluruh Asia. Saya meyakini bahwa para murid tidak berlambat-lambat dalam memahami maupun mempraktekkan setiap pengajaran yang Paulus beritakan karena sikap hati mereka yang sangat terbuka terhadap pekerjaan firman dan Roh. Sehingga tidak membutuhkan waktu yang lama untuk Tuhan membentuk dan mempersiapkan diri mereka sehingga mereka bisa mulai mendemonstrasikan kuasa Kerajaan bagi setiap orang yang mereka jumpai.
Hal ini berbanding terbalik dengan kondisi yang diceritakan Alkitab tentang jemaat orang-orang Ibrani.
Ibrani 5:11-14 (TB) Tentang hal itu banyak yang harus kami katakan, tetapi yang sukar untuk dijelaskan, karena kamu TELAH LAMBAN DALAM HAL MENDENGARKAN. Sebab sekalipun kamu, DITINJAU DARI SUDUT WAKTU, sudah seharusnya menjadi pengajar, kamu masih perlu lagi diajarkan asas-asas pokok dari penyataan Allah, dan kamu masih memerlukan susu, bukan makanan keras. Sebab barangsiapa masih memerlukan susu ia tidak memahami ajaran tentang kebenaran, sebab ia adalah anak kecil. Tetapi makanan keras adalah untuk orang-orang dewasa, yang karena mempunyai pancaindera yang terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat.
Menarik untuk kita merenungkan lebih lanjut tentang perkataan Paulus soal LAMBAN DALAM HAL MENDENGARKAN. Kata “lamban” sendiri ditulis dengan kata Yunani “nothros” (baca: no-thros’) yang mengandung arti : “uncertain affinity” (ketertarikan yang tidak pasti atau tidak memiliki ketertarikan); “avoid activity, lazy” (menghindari aktivitas, malas).
Sikap hati yang lamban dalam hal mendengar firman terbentuk oleh kebiasaan atau pola jemaat yang malas atau pasif (tidak memunculkan adanya ketertarikan atau gairah) dalam mendengar firman. Mengondisikan jemaat tersebut mengalami kehilangan roh atau kadar kehausan dan kelaparan akan firman, sehingga hati jemaat akan menjadi sulit terbuka bagi pekerjaan firman dan Roh. Jika hal ini terus dibiarkan, maka perlahan namun pasti akan membuat kehidupan rohani jemaat tersebut tidak bertumbuh bahkan mengalami ‘kematian’ rohani.
Orang yang lamban (pasif) dalam hal mendengar firman adalah mereka yang hanya suka mendengar firman, tapi tidak memiliki upaya atau tekad untuk melakukannya. Tuhan sungguh menghendaki untuk setiap kita tidak hanya sekadar menjadi pendengar firman, melainkan menjadi pelaku firman. Ada hasrat dan gairah untuk menggali kebenaran yang ada bahkan bertekun di dalamnya sampai firman tersebut menyatu dengan hidup kita atau dengan kata lain, kita menjadi pelaku firman.
Ps. Steven Agustinus
Dapatkan renungan harian Ps. Steven Agustinus melalui Whatsapp, dengan mengetik :
Nama, Kota, No Whatsapp
Kirim ke nomor 0888-6132-106 (WA)